Selasa, 26 September 2017

MIF DAN LAEL

#smansamenulisbatch3

MIF DAN LAEL

Hari itu langit mendung, awan hitam berarak dengan angin tipis yang dingin. Lael masih terpaku di balkon penginapan itu. Ingatannya masih terbawa dengan pertemuannya siang tadi.
“Lael,” sapanya canggung. Lael menoleh dan dilihatnya seseorang yang telah lama mengisi angannya tapi tak mampu tampak di matanya. Lael menyunggingkan sedikit senyum yang tak kalah canggung.
“Kita bertemu lagi ya, sudah sepuluh tahun sepertinya.” Ungkap lelaki itu sembari menatap pelataran taman wisma penginapan kegiatan diklat itu.
“Kau peserta?” tanyanya lagi pada Lael dengan cara yang sudah lebih relaks dari pada sebelumnya.
“Iya,” jawab Lael pendek, “kau juga?” tanya Lael balik.
“Enggaklah, masa aku peserta,” jawabnya dengan nada sombong.
Hemmm... Lael mendengus dan memalingkan mukanya. Ia beranjak menjinjing tas ranselnya menuju tangga yang akan membawanya ke kamarnya. Laki-laki itu tak sedikit pun berubah.
“Hei, kau peserta kan, aku mentor loh, aku bakalan jadi gurumu,” teriak lelaki itu seolah tak tahu malu dia. Ahh Lael tak menggubrisnya. Dia memang tak pernah berubah.
Lael tersenyum sendiri di atas balkon. Sudah gila aku, pikirnya. Bagaimana bisa bertemu dengan makhluk astral itu lagi setelah hampir sepuluh tahun menghilang. Dan lagi, bagaimana bisa ia tetap congkak. Laki-laki macam apa dia.
Lael menahan senyum sekali lagi. Ia berkemas untuk memasuki kelas sesi pertama ini. Ia berjalan bersama kenangannya. Ahh laki-laki itu masih saja manuingi mimpinya. Kadang Lael berfikir, masih sendirikah ia. Bodohnya, demi mengejar cita-cita bahkan perempuan secantik Lael masih saja melajang. Ahh bukan pasti gara-gara ia menyimpan cintanya sedari dulu hingga tak bisa membuka hati apada lelaki lain. Jangan-jangan dia sudah berkeluarga. Lael berprasangka lagi. Sudah-sudah lupakan.
Ia memasuki sebuah ruangan ber ac yang dingin. Kaca-kaca putih tampak menerangi ruangan itu.
“Selamat siang sodara-sodara mentor!” sapanya penuh percaya diri. “Saya sebagai ketua penyelenggara diklat ini menyampaikan selamat datang dan selamat bertugas dalam membimbing peserta diklat selama dua minggu ini.” Lanjutnya.
Dan di barisan tempat duduk belakang duduklah seorang lelaki mentor yang dari tadi tercengan sampai akhirnya ia menutup wajahnya karena malu. “Bagaimana bisa aku menyombongkan diri sebagai mentor sementara dia menjadi ketua penyelenggara ini,” bodoh sekali aku. Ia menelungkupkan wajahnya. Dan Lael tersenyum melihat tingkah polah lelaki yang ia cintai di dalam hati sejak dulu.
Ah, cinta. Bagaimana pun tingkahmu, tak membuat rasa cintaku berkurang, sedikit pun.

Puing

27.09.2017

2 komentar: