Rabu, 20 September 2017

Setiap Melihat Bulan



smansamenulisbatch3
Setiap melihat Bulan,
Aku selalu teringat kamu….”

: aku hanya ingin melaluinya denganmu

Selamat malam isteriku tercinta,
Sedang apakau di sana?
bahagiakah?

Aku sedang memandangi  Bulan malam ini, yang tetap benderang sekalipun lelap. Aku melihat wajahnya yang ayu, pipinya yang tembam, bibirnya yang mungil, kulitnya yang putih.

Bulan sedang bermimpi, Sayang, aku tak tahu apa mimpinya, tapi ku yakin indah  karena bibirnya yang manis itu menyunggingkan senyum sekali pun ia tertidur.

Sayang, usia Bulan kini sudah tujuhtahun, sudah masuk sekolah dia. Andai kau masih di sini mungkin kau yang mengajarnya di sekolah, ah tidak, mana mau kau mengajar anakmu sendiri. Tapi kau yang akanmengajarinya di rumah, membimbingnya menulis, membaca, hehm, membayangkan saja aku suda senang.

Tapi paling tidak ia tak perlu memiliki rambut pendek, aku yakin kau akan  dengan sabar setiap pagi membentuk berbagai gaya rambut sesuai permintaannya.
Tapi maaf Sayang, aku tak pandai memperindah mahkotanya, hingga aku tak pernah membiarkan rambutnya panjang tergerai, aku selalu bilang dengan rambut pendek ia akan lebih cantik, padahal aku bohong.

Dan lagi Sayang, maaf juga karena aku tak pernah mengantarnya sekolah atau menjemputnya, kecuali setiap sabtu, kau tahu kan aku libur hari sabtu. Neneknya yang mengantar dan menjemputnya, tapi terkadang ia pulang sendiri dengan teman-temannya. Ia pemberani kau tahu, ia sangat pemberani, tidak seperti kau yang tidak mandiri dan manja.
Eeehh Sayang, jangan marah, memang kau begitukan?
Iya iya kau juga pemberani dan wanita tangguh, tapi Bulanku ini jauh lebih tangguh.
Ia tidak akan meminta bantuan orang atau menangis ketika sepedanya gembes dan ia harus menuntun sepedanya sampai rumah, hayo berbedakan denganmu? Kau pasti akan meninggalkan sepeda itu dan pulang minta dijemput.
Jangan mencubitku, akui saja manjamu itu.
Tapi Bulan juga terkadang manja, ia paling suka didongengi sebelum tidur. Aku yakin cintanya pada dunia khayal itu terturun dari sifatmu.
Oh ya, Bulan sudah pandai membaca, hebatkan dia?
ah, jangan pe de kau Sayang, kau bilang kau yang mengajarinya atau itu menurun dari sifatmu? Iya deh memang ia ikut pintar sepertimu, tapi aku yang mengajari dia, jangan menyangkal.
Dan karena ia sudah pintar membaca ia mulai bertanya-tanya tentang buku-buku karyamu, hanya saja aku tak mengizinkannya membaca. Bukankah cinta untuknya adalah keluarga dan  teman. Karena itu belum pantas jika ia mengenal cinta dengan sudut pandang seperti yang sering kau ajarkan di buku-bukumu itu.

Sekali pun, aku  janji, pada waktunya  nanti Bulan harus membacanya. Karena ia harus tahu eksistensi cinta itu seperti apa.
Ku kibaskan kipas kecil sekedar  untuk mengusir nyamuk barang kali ada. Rambutnya lurus dan halus, seperti rambutmu.  Hidungnya seperti hidungku, matanya juga seperti mataku, tapi bibirnya persis bibirmu, dagunya juga.
Bulan, aku yakin jika dewasa nanti ia akan secantik engkau, Sayang.
Kau rindu tidak dengannya?
Eits, jangan berwajah murung dong, aku cuma bercanda. Aku yakin kau pasti sangat merindukannya.
Sayang, tujuh tahun telah berlalu, Bulan telah tumbuh menjadi gadis kecil periang, pemberani, dan cantik.
Hanya saja setiap kali melihatnya aku pasti ingin menangis karena mengingatmu, maaf Sayang aku katakan ini, Jangan geer karena cintaku. Tapi karena anak sekecil Bulan sudah kau tinggalkan, jahat kau.
Sebenarnya sih, karena rinduku juga. Aku terlampau mencintaimu sampai aku enggan memberikan ibu baru buat  Bulan. Sekalipun banyak yang memenuhi syarat  tapi mereka selalu tak punya syarat yang kau miliki, membuatku jatuh cinta.
Sayang, Bulan tak pernah meminta ku supaya ia memiliki ibu baru. Ia hanya memintaku sebulan sekali aku mengantarnya menemuimu. Aku setuju dan aku bisa meluangkan waktu. Ia bahagia sekali. Kau lihat sendiri kan Sayang bagaimana cerianya dia. Dia selalu membawa apa yang ingin ia pamer kan padamu.
Ia bilang, “Ayah, Bunda pasti senang lihat Bulan bawa gambar ini,”
Ia tak lupa membungkusnya dengan plastik supaya tak hancur oleh hujan.
Ia akan marah jika aku lupa mengantarnya menemuimu. Ia akan mengadu pada neneknya, ah dia lucu sekali.
Tiap kali kita bersama, meskipun sebulan sekali. Tiap itu pula aku jatuh cinta padamu. Sekalipun tak ku ucapkan dan hanya hatiku yang bicara. Aku jatuh cinta, selalu, tapi mana kau akan mengerti dan kembali padaku.
Sayang, besok aku akan menemuimu. Besok kita bertemu, dan malam ini aku merasa sangat sangat dan sangat merindukanmu.
Aku rindu ketika dulu kau selalu hangat menimang Bulanmu yang cantik ini. Kau tahu apa yang sudah Bulan siapkan untukmu, gambar, gambar kita, aku kamu dan Bulan. Ia sudah bisa menggambarnya secara bagus menurutku. Tak hanya garis dan lingkaran seperti dulu, ia juga sudah pandai mewarnai baju yang kita kenakan di gambar itu. Satu hal yang tadi ia katakana sebelum tidur, yang membuat mataku berkaca-kaca.
“Ayah, karena kita tidak punya foto keluarga, biar gambar ini yang jadi gantinya ya Yah…”
Suara manjanya itu membuataku memeluknya. Sayang, andaikan kau di sini, sekali saja berfotolah bersama. Tapi itu tidak mungkin, kau pasti tak mau iya kan?
Jangan menyesali kenyataan Sayang, aku juga tak menyesali keadaan ini kok, tidak apa-apa.
hei, jangan menunduk begitu, lanjutkan membaca suratku ini.
Maaf ya, karena aku hanya mampu mengutarakan perasaanku ini lewat tulisan. Aku bakan tak bias mengucapkannya, bibirku kelu tiap kali melihat Bulan bicara denganmu, mengutarakan kerinduaannya, ingin kau peluk, atau apalah. Sifat manjanya akan kambuh tiap kali bertemu denganmu.
Sayang, ibu selalu menyuruhku mencari ibu baru buat Bulan dan aku selalu menolak. Begitu pula Bulan. Kau tak marah kan pada keras kepalanya kami? Kau juga tak akan memaksaku untuk menikah lagikan?
Aku tidak ingin, sayang.
Bagiku hanya kau, sampai akhir hidup ku nanti, bahkan di surge kelak, hanya kau.
Kali ini ku rapatkan selimut Bulan. Biar hangat ia merasa, biar tak kedinginan ia, sekalipun jauh dari dekapanmu.

Aku yakin kau senantiasa mendoakannya sekalipun kau tak memeluknya. Aku yakin kau selalu berharap ia menjadi wanita yang hebat suatu saat nanti. Ini janjiku saying. Bulanmu ini adalah penerang ketika gelap.
Sekali pun ia hanya batuan sederhana tapi ia akan bermanfaat karena bias membantu matahari menerangi bumi.
Aku pasti ingat pintamu. Dari jauh bantulah aku Sayang, bantulah aku untuk kuat dengan segala cobaan, bantulah aku untuk tidak lagi menangisimu. Bantulah aku untuk ikhlas melepasmu.
Tapi tetap saja, setiap melihat Bulan aku selalu teringat padamu.
Salam sayang, suamimu.

Untuk istriku tercinta,
Di surga.


Puing Widya
23.12.11

16 komentar:

  1. Balasan
    1. Hehe... Sekuat karang dilautan... Typo banyak mba..

      Hapus
  2. Tak comblangi po, aku punya Nonik. Baik kok walaupun rodo gesrek 😅 Move on lah mas.

    BalasHapus
  3. Pertama tak kira lagi gombalin istrinya yang cantik kayak bulan, trus eh baru tahu bulan itu anaknya , eh ternyata dia istrinya udah meninggal dan ga pengin nikah lagi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mba itu surat buat istrinya yang sudah meninggal, ceritanya... Makasih ya mba udah mampir....

      Hapus
    2. Iya mba itu surat buat istrinya yang sudah meninggal, ceritanya... Makasih ya mba udah mampir....

      Hapus
  4. Jadi ingat ibuku...
    Menyentuh bnget...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mirip ya mba ceritanya, berarti mba nunu bulan dong secantik ibu...

      Hapus
    2. Mirip ya mba ceritanya, berarti mba nunu bulan dong secantik ibu...

      Hapus
  5. Jadi ingat ibuku...
    Menyentuh bnget...

    BalasHapus
  6. Balasan
    1. Yang penting jangan baper terus bu... Makasih ya sudah mampir

      Hapus